Rabithah Alawiyah, Berkumpulnya kaum Alawiyin di Indonesia
Rabithah Alawiyah, Berkumpulnya kaum Alawiyin di Indonesia
Rabithah
Alawiyah adalah organisasi kaum Alawiyyin yang didirikan pada tahun
1346 H/1928 M di Batavia atas prakarsa Sayid Ahmad bin Abdullah Assegaf
dan Sayid Muhammad bin Abdurrahman bin Ali bin Shahabudin. Organisasi
yang nama awalnya Arrabitatoel Alawijah itu disahkan pada tanggal 27
Desember 1928 oleh G.R. Edbrink (sekretaris pemerintah kolonial
Belanda).
Pada saat
yang bersamaan juga didirikan Al-Maktab Ad-Daimi guna mencatat nasab
As-Saadah Al-Alawiyyin. Dan pada periode pertama berhasil dicatat
17.764 orang habaib di Indonesia. Pada kegiatan pencatatan tersebut
tokoh yang cukup berjasa antara lain Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf dan
Sayid Syech bin Ahmad bin Shahabudin.
Partai Arab
Pada
periode kepengurusan pertama, Sayyid Muhammad bin Abdurrahman Bin
Syihab terpilih sebagai ketua umum, dengan wakil Sayyid Abu Bakar bin
Abdullah Alatas dan Sayyid Abdullah bin Ali Alaydrus. Hanya berjarak
setahun setelah pendirian organisasi di tingkat pusat, pada tahun 1929
berdiri pula Rabithah Alawiyah cabang Batavia, Pekalongan, Semarang,
Solo, Surabaya, Tuban, Gresik, Bangil, Palembang, dan Bondowoso.
Selain
cabang-cabang tersebut, daerah-daerah yang belum mencukupi syarat untuk
mendirikan cabang segera mendirikan kantor-kantor perwakilan. Pada
tahun yang sama, telah berdiri Perwakilan Rabithah Alawiyah Makassar,
Ende (Flores), Probolinggo, Cianjur, Sokaraja, Tulungagung, Jombang,
Jember, Mojosari, Lumajang, Malang, Sumenep, dan Banyuwangi.
Sejak awal
pendiriannya, organisasi ini dimaksudkan sebagai wadah berhimpunnya
para habaib dan saadah, untuk menyusun strategi dakwah dan pengabdian
terhadap umat. Karena itu organisasi Rabithah Alawiyah sepenuhnya
bergerak di ranah sosial keagamaan dan pendidikan. Di antara kegiatan
sosial yang ikut diprakarsai oleh Rabithah yang hingga kini masih eksis
adalah Panti Asuhan Darul Aitam, yang berdiri di beberapa kota seperti
Jakarta dan Pekalongan. Juga, Yayasan Lembaga Pendidikan Jamiat Kheir,
Tanah Abang.
Secara rutin
Rabithah juga memberi beasiswa untuk anak yatim dan orang tak mampu.
Hingga saat ini tak kurang dari 830 siswa-siswi dan mahasiswa yang
menjadi anak asuh yang sebagian dananya diambilkan dari keuangan
Rabithah. Meski tidak diarahkan, sebagian besar anak asuh menempuh
pendidikan di lingkungan Jamiat Kheir.
“Ketiga
lembaga ini pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam sejarah pengabdian Bani Alawi terhadap umat Islam,”
papar Habib Ahmad bin Abdurrahman Musawa, mantan sekjen Rabithah
Alawiyah periode 2001-2006.
Dalam bidang
politik, baik sebelum kemerdekaan maupun setelahnya, kaum Alawiyyin –
sebagaimana keturunan Arab pada umumnya – tetap menempuh jalur di luar
Rabithah. Di masa pra-kemerdekaan, misalnya, kebanyakan kaum Alawiyyin
bergabung di Partai Arab Indonesia (PAI). Ini disebabkan kebanyakan
organisasi nasionalis saat itu belum terlalu membuka diri terhadap
keturunan asing.
Namun
setelah Indonesia merdeka, kaum saadah segera saja melebur bersama
elemen masyarakat lain dalam berbagai wadah yang ada. Sementara
Rabithah Alawiyah, sebagai kelanjutan Jamiat Kheir, tetap eksis dan
terus bergerak di ranah sosial kemasyarakatan.
Meski masih
seumur jagung, Rabithah Alawiyah segera saja bisa menyejajarkan diri
dengan organisasi-organisasi lain yang telah lebih dulu lahir. Tahun
1930, misalnya, Rabithah Alawiyah mendapat undangan untuk menghadiri
Mu’tamar Pemuda Muslim. Ketika itu Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad
memberikan ceramah menarik yang kemudian dicetak dan bagikan kepada
peserta muktamar.
Rabithah
juga ikut aktif dalam Mu’tamar Islam di Surabaya dan bekerja sama
dengan perkumpulan Muhamadiyyah dalam rangka merayakan Maulid Nabi
Muhammad SAW. Sesuia dengan khithahnya, Rabithah Alawiyah juga selalu
tanggap terhadap isu-isu sosial dan kontemporer saat itu, seperti
penggalangan dana dan bantuan kemanusiaan untuk korban letusan Gunung
Merapi (1931), bencana kelaparan di Palestina, dan pembangunan masjid
serta panti asuhan yatim di berbagai daerah.
Dijarah Jepang
Sebagai
organisasi para saadah yang mayoritas juga ulama, Rabithah Alawiyah pun
sejak awal berusaha berperan aktif melindungi aqidah dan kehormatan
umat Islam. Tahun 1932, misalnya, bersama ormas keagamaan lain Rabithah
membentuk panitia untuk memprotes majalah Hoako di Surabaya yang telah
menghina Nabi Muhammad SAW.
Rabithah,
melalui Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad, juga pernah menerbitkan
sebuah kitab untuk menolak paham Qadiyaniyah (Ahmadiyah) yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh K.H. Abdillah bin Nuh.
Masih banyak lagi kiprah yang dilakukan Rabithah Alawiyah sebelum era
kemerdekaan.
Periode
tersulit dialami Rabithah Alawiyah pada masa penjajahan Jepang. Ketika
itu pemerintahan Dai Nippon sangat ketat mengawasi setiap pergerakan
umat Islam Indonesia, terlebih yang dipimpin para ulama.
Pernah suatu
ketika bala tentara Jepang menyatroni kantor Rabithah Alawiyah dan
Jamiat Kheir. Dengan sewenang-wenang mereka merampas dan membawa
sebagian besar buku koleksi perpustakaan dua lembaga keagamaan
tersebut. Hanya beberapa judul yang selamat karena sempat disembunyikan
penjaga perpustakaan. Konon, kitab-kitab berharga tersebut kemudian
diangkut ke negeri Jepang.
Pasca-kemerdekaan,
karena berbagai hambatan, laju Rabithah Alawiyah sempat
tersendat-sendat. Bahkan selama 25 tahun (1958-1983) Rabithah Alawiyah
sempat mengalami stagnasi kegiatan. Baru pada Musyawarah Nasional ke-19
tahun 1983, gerbong organisasi habaib itu kembali berderak.
Diawali
dengan penggantian nama organisasi menjadi Yayasan Alawiyah dan
menunjuk Habib Muhammad bin Muhsin Al-Hamid sebagai ketua umum. Namun
pada rapat pertamanya, kepengurusan tersebut kembali mengganti nama
menjadi Ikatan Keluarga Besar Alawiyyin (IKBAL) yang dalam bahasa Arab
sama dengan Ar-Rabithah Al-Alawiyyah.
Namun
kepengurusan Habib Muhammad Al-Hamid tidak berlangsung lama. Tahun
1984, dengan alasan kesehatan, ia mengundurkan diri. Sidang pleno
kemudian menetapkan Habib Syech bin Ali Al-Jufri sebagai ketua umum.
Habib Syech memimpin organisasi kaum Alawiyyin selama dua periode,
sampai tahun 1991. Sejak kepemimpinan ulama asal Condet, Jakarta Timur,
itulah Rabithah Alawiyah kembali menunjukkan kiprahnya.
Demikian
pula pada masa kepengurusan terakhir 1992-2006 di bawah pimpinan Habib
Umar bin Muhammad Mulachela, Rabithah semakin mantap menata
profesionalisme kelembagaan. Prestasi lain yang dicapai adalah
pembentukan Komisi Fatwa, sebagai bagian dari upaya menjaga kemurnian
ajaran Islam dan kaderisasi pengelolaan Lembaga Nasab Maktab Daimi.
Namun,
diakui Habib A.R. Musawwa dalam rilisnya, sebagaimana organisasi sosial
lainya, kendala terbesar yang kerap dihadapi Rabithah Alawiyah dalam
melaksanakan program adalah keterbatasan sumber dana lembaga.
“Berbagai
usaha telah dan terus dilakukan pengurus untuk mengatasi masalah
tersebut, antara lain dengan menggalakkan penggalangan dana melalui
pembentukan Donatur Tetap,” tutur tokoh yang pernah mengenyam
pendidikan di Amerika, Jepang, dan Inggris ini.
“Karena
itu,” tambah Habib Ahmad, “Rabithah masih mengharapkan kepedulian warga
Alawiyyin untuk memberikan sumbangsihnya, baik dalam bentuk donasi
maupun pemikiran yang konstruktif.”
Hingga tahun
2011 ini tercatat sudah sembilan orang tokoh yang secara
berturut-turut menakhodai biduk besar kaum Alawiyyin. Mereka adalah
Habib Muhammad bin Abdurrahman Shihab, Habib Abu Bakar Alatas, Habib
Abu Bakar Al-Habsyi, Habib Hasyim bin Muhammad Al-Habsyi, Habib Tharich
Chehab, Habib Muhammad bin Husin Al-Hamid, Habib Syech bin Ali
Al-Jufri, Habib Umar bin Muhammad Mulachela, Habib Zein bin Umar bin
Smith.
Assalamualaikum, maaf admin ana mau nanyak tentang nasab ana, apa benar ana bermarga basyaiban. Ini silsilah ana. Mas harun rosyid bin abdurrochim bin gholib bin imam bin salim bin umar bin tamim bin sayyid ali asghor dresmo bin sayyid ali akbar bin sayyid sulaiman mojoagung
BalasHapusAssalamualaikum, maaf admin ana mau nanyak tentang nasab ana, apa benar ana bermarga basyaiban. Ini silsilah ana. Mas harun rosyid bin abdurrochim bin gholib bin imam bin salim bin umar bin tamim bin sayyid ali asghor dresmo bin sayyid ali akbar bin sayyid sulaiman mojoagung
BalasHapusCoba sampai ke rosulullah saw
BalasHapusAssalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, mohon infonya saya bernasab sampai ke tumenggung monco Negoro - sunan giri apakah benar memang nasab sampaisaya sampai kerasulullah 🙏 terima kasih
BalasHapusuntuk segala data penasaban bisa lngsung di tanykan di kantor rabitha wilayah atau pusat
BalasHapusBamajibur masuk alawiyyin gak ya
BalasHapusMohon penjelasannya
BalasHapusAzmatkhan termasuk keturunan Rasulullah atau tidak
BalasHapusاَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰـهِ وَبَرَكاتُهُ🤝
BalasHapusCoba cari nasab ane muhammad kurniawan yulianto al attas dirobithah alawiyah tuban ane orang jawa timur tuban desa tasikharjo
Nama ayah sujud bin maslan al attas
BalasHapus